Uncategorized

Pemotongan PPh Pasal 21 menurut PMK Nomor 168 Tahun 2023

Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan peraturan baru yang mengatur pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. PMK ini menggantikan PMK Nomor 252 Tahun 2008 dan merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang baru saja dikeluarkan oleh pemerintah. Lihat Juga : Panduan Tarif PPh 21 Terbaru Sesuai PP 58/2023 Pemotongan PPh Pasal 21 menurut PMK Nomor 168 Tahun 2023 Berikut adalah ringkasan ketentuan pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 menurut PMK Nomor 168 Tahun 2023: PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap PPh Pasal 21 untuk Non-Employees Zakat Dapat Menjadi Pengurang dalam Menghitung PPh Pasal 21 Pengembalian Kelebihan Pembayaran kepada Pegawai Pemotongan PPh Pasal 21 Lainnya Konsultan Pajak Bogor merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang didirikan di tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KIP-7999/IP.B/PJ/2022, Tanggal 10 Maret 2022. Didalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training. Saat ini Konsultan Pajak Bogor dipimpin oleh beberapa professional yang sangat berpengalaman selama 20 tahun di bidang perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.

Pemotongan PPh Pasal 21 menurut PMK Nomor 168 Tahun 2023 Read More »

Hubungan Istimewa dalam Pajak

Saat ini, kita sering melihat berbagai metode transaksi antara perusahaan yang masih terhubung atau dalam satu grup, baik di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan yang tidak memiliki afiliasi sering melakukan transaksi ini dengan harga yang lebih rendah. Namun, tidak semua transaksi antara perusahaan yang terhubung merupakan tidak wajar. Hubungan istimewa ini menjadi perhatian dan pengawasan dari otoritas pajak. Transaksi istimewa yang tidak wajar dapat berpotensi menghindari pembayaran pajak yang seharusnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami lebih lanjut mengenai bagaimana hubungan istimewa ini terjadi, terutama dalam konteks PPN. Definisi Hubungan Istimewa Secara umum, hubungan istimewa adalah kondisi yang sangat penting dan perlu untuk diperiksa atau dipelajari secara menyeluruh. Istilah-istilah semacam itu sering terdengar dalam kasus perpajakan yang melibatkan transaksi antar perusahaan yang terhubung atau terafiliasi. Pasal 18 ayat (4) UU PPh atau Pasal 2 ayat (2) UU PPN telah menjelaskan pengertian hubungan istimewa ini dan bagaimana hubungan antara pihak-pihak yang terlibat. Hubungan istimewa terjadi ketika wajib pajak memiliki kondisi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara tidak adil. Hubungan istimewa ini terjadi antara dua atau lebih wajib pajak yang pada akhirnya mengakibatkan mereka membayar jumlah pajak yang lebih sedikit daripada seharusnya. Selain itu, hubungan istimewa tidak melibatkan penekanan harga di bawah harga pasar atau harga yang seharusnya. Menurut PMK 22 Tahun 2020 Pasal 4 Ayat (1), hubungan istimewa dalam pajak merupakan suatu keadaan, ketergantungan, atau ketertarikan dari salah satu pihak yang berdasarkan pada kepemilikan atau partisipasi modal, kontrol, atau hubungan keluarga. Dasar Hukum Hubungan Istimewa Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Menurut Pasal 18 Ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang telah berubah menjadi UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) dan kemudian mengalami penyesuaikan lagi menjadi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP), terdapat penjelasan mengenai kondisi di mana hubungan istimewa terjadi. Pertama, hubungan istimewa terjadi jika wajib pajak memiliki penyertaan modal sebesar minimal 25% pada wajib pajak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, hubungan istimewa juga terjadi jika wajib pajak memiliki penyertaan modal sebesar minimal 25% pada dua wajib pajak atau lebih, atau jika terdapat hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebutkan terakhir. Kedua, jika wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya, baik satu, dua, atau lebih wajib pajak yang berada di bawah kekuasaan yang sama, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketiga, jika terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan ini harus diperhatikan dalam mengenali hubungan istimewa dalam peraturan perpajakan. Lihat Juga : Resmi! Mentri Keuangan Mengeluarkan PMK Terbaru Undang-Undang Pajak Petambahan Nilai Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, terdapat beberapa kriteria yang menentukan adanya hubungan istimewa. Pertama, jika terdapat pengusaha yang memiliki kepemilikan atau kekuasaan langsung maupun tidak langsung terhadap 2 atau lebih pengusaha lainnya. Kedua, jika terdapat pengusaha yang menyumbangkan modal sebesar 25% atau lebih dari total modal pengusaha lainnya. Selain itu, jika terdapat hubungan antara pengusaha yang menyumbangkan modal sebesar 25% atau lebih dari beberapa pihak, serta hubungan antara dua atau lebih pihak yang dianggap terakhir.

Hubungan Istimewa dalam Pajak Read More »

Resmi! Mentri Keuangan Mengeluarkan PMK 172 Tahun 2023

Pada tanggal 29 Desember 2023, Menteri Keuangan telah mengesahkan peraturan terbaru yaitu PMK 172 Tahun 2023. Peraturan ini berfokus pada Penerapan Prinsip Pengaturan Kepentingan Khusus (PKKU) dalam Transaksi antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. PMK tersebut mengulangi definisi hubungan istimewa yang telah ada sebelumnya dalam PP 55 Tahun 2022 dan juga memperluas cakupan transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Menurut Pasal 1 Ayat 7 PMK 172 Tahun 2023, transaksi yang tersebut adalah transaksi yang melibatkan transaksi afiliasi dan/atau transaksi antarpihak yang tidak memiliki hubungan istimewa, tetapi pihak afiliasi dari salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi tersebut menentukan lawan transaksi dan harga transaksi. Dalam ayat (1) PMK 172 Tahun 2023, hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan antara satu pihak dengan pihak lainnya karena kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan, atau hubungan keluarga sedarah atau semenda. Lihat Juga : Panduan Tarif PPh 21 Terbaru Sesuai PP 58/2023 Perubahan pada Peraturan Menteri Keuangan 172 Tahun 2023 Terdapat beberapa perubahan dalam PMK Nomor 172 Tahun 2023. Definisi hubungan istimewa yang sudah ada dalam PMK 22 Tahun 2020 tidak terlalu berbeda dengan PMK terbaru ini. Namun, perbedaan yang mencolok terletak pada kriteria dalam kondisi hubungan istimewa atas penguasaan. Dalam peresmian PMK terbaru, terdapat tiga peraturan sebelumnya yang tidak berlaku lagi. Peraturan-peraturan tersebut telah dicabut atau digantikan oleh PMK 172 Tahun 2023 karena dianggap tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan perpajakan. Peraturan-peraturan tersebut adalah: Meskipun tidak ada perubahan substansial, terdapat beberapa perubahan atau perincian dalam PMK terbaru. Salah satunya adalah perincian mengenai metode pembagian laba (profit split method). Metode ini dijelaskan dalam pasal 9 ayat (6) PMK 172/2023 dan pasal 10 ayat (4) dan 11 ayat (1). Selain itu, terdapat penambahan pada pasal 4 ayat (6) mengenai jenis transaksi perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Dalam pasal tersebut disebutkan ada 7 jenis transaksi, sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/2020 hanya terdapat 6 jenis transaksi. Menurut Peraturan Menteri Keuangan 172/2023 pasal 12 ayat (2), pembuatan nilai indikator harga Transaksi Independen dapat berdasarkan data pembanding tahun tunggal (single year). Selain itu, nilai indikator harga transaksi ini juga dapat berdasarkan data pembanding tahun jamak (multiple year) jika hal tersebut dapat meningkatkan kesebandingan.

Resmi! Mentri Keuangan Mengeluarkan PMK 172 Tahun 2023 Read More »

Panduan Tarif PPh 21 Terbaru Sesuai PP 58/2023

Saat ini, terdapat berbagai skema perhitungan yang dapat membingungkan Wajib Pajak dalam pemotongan PPh Pasal 21. Selain itu, secara administrasi perpajakan juga memberatkan bagi Wajib Pajak yang berusaha untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar. Pemerintah baru-baru ini mengumumkan penerapan peraturan baru mengenai perhitungan PPh Pasal 21. Peraturan ini diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 2023 dan akan berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 2024. PPh Pasal 21 merupakan jenis pajak yang harus Wajib Pajak orang pribadi di dalam negeri bayarkan atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan lainnya seperti gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, dan lain sebagainya. Tujuan Menghadirkan kemudahan dan kesederhanaan bagi Wajib Pajak dalam menghitung pemotongan PPh Pasal 21 pada setiap periode Masa Pajak. Meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan tanggung jawab perpajakannya. Menyediakan kemudahan dalam membangun sistem administrasi perpajakan yang dapat melakukan validasi terhadap perhitungan oleh Wajib Pajak. Lihat Juga : Objek Pajak PPh Dasar Hukum Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan: “Tarif Pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah”. Jenis Tarif PPh 21 yang Efektif Terdapat dua jenis tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, yaitu tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 terdiri dari tarif efektif bulanan (TER bulanan) dan tarif efektif harian (TER harian). Pajak TER bulanan dikenakan pada penghasilan bruto yang diterima setiap bulan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki status pegawai tetap. Sementara itu, pajak TER harian dikenakan pada penghasilan bruto yang diterima setiap hari, mingguan, satuan, atau borongan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki status pegawai tidak tetap. Biaya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 17 Berikut adalah tarif PPh pasal 17 ayat (1) huruf a yang tercantum dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) 5% (lima persen) di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) s.d. Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 15% (lima belas persen) di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) s.d. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 25% (dua puluh lima persen) di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s.d. Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 30% (tiga puluh persen) di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 35% (tiga puluh lima persen) Lihat Juga : Bukan Objek Pajak PPh Kategori Tarif Bulanan PPh 21 Tarif bulanan PPh 21 yang efektif terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori A, B, dan C. Kategori ini berdasarkan pada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak. Tarif Bulanan yang Efektif untuk Kategori A Untuk kategori A, tarif bulanan yang efektif berlaku bagi individu yang menerima penghasilan bruto bulanan dalam kondisi sebagai berikut: Dalam hal ini, tarif bulanan yang efektif untuk kategori A (TER A) akan diberikan kepada individu yang memenuhi kriteria di atas. Tarif ini akan mempengaruhi besaran pajak yang harus individu tersebut bayar. Berikut adalah rincian biaya bulanan yang harus dibayarkan untuk kategori A. Tarif Bulanan yang Efektif untuk Kategori B Kategori B diberlakukan untuk individu dengan penghasilan bulanan bruto yang diterima dalam status Penghasilan Tidak Kena Pajak dengan kondisi sebagai berikut : Berikut ini adalah rincian tarif bulanan yang efektif untuk kategori B. Tarif Bulanan yang Efektif untuk Kategori C Kategori C diberlakukan untuk individu dengan penghasilan bruto bulanan yang telah menikah dengan tiga tanggungan dan memiliki status Penghasilan Tidak Kena Pajak. Berikut ini adalah perincian tarif bulanan yang efektif untuk kategori C. Tarif Harian yang Efektif Tarif harian yang efektif dikenakan pada jumlah pendapatan bruto yang diterima setiap hari, mingguan, satuan, atau borongan oleh individu yang bekerja sebagai pegawai dengan status tidak tetap. Berikut ini adalah perincian tarif harian yang efektif. Penghasilan Bruto Harian TER Harian <= Rp450ribu 0% x Ph Bruto Harian > Rp450ribu – Rp2,5 juta 0,5% x Ph Bruto Harian Contoh Penghitungan Tarif Efektif PPh 21 Terbaru Tuan Jojo adalah seorang karyawan di PT ABC yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000,00. Selain itu, ia juga membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00 setiap bulannya. Tuan Jojo sudah menikah dan tidak memiliki tanggungan (PTKP K/0). Jawaban: PPh 21 atas pendapatan Tuan R selama periode pajak Januari hingga November 2024 akan terkena pemotongan dengan tarif kategori A sebesar 2% yang berlaku efektif. Penghasilan Neto Sebulan Gaji = Rp. 10.000.000Biaya Jabatan = 5% x Rp. 10.000.000 = Rp. 6.000.000Iuran Pensiun = Rp. 100.000Jadi, Penghasilan Neto Sebulan = Biaya Jabatan – Iuran pensiun = Rp. 9.400.000,- PPh 21 Terutang Penghasilan Neto Setahun = 12 x Rp9.400.000,00, = Rp112.800.000. PTKP setahun = Rp58.500.000 Ph Kena Pajak setahun = Penghasilan Neto Setahun – PTKP setahun = Rp54.300.000. Jadi, PPh 21 Terutang = Tarif Pasal 17 ayat(1) huruf a UU PPh x Ph Kena Pajak setahun = 5% x Rp 54.300.000 = Rp 2.715.000. Perhitungan Bulanan dengan Tarif Efektif Januari – November:Pajak Penghasilan 21 per Bulan = Pendapatan Bruto per Bulan x Tarif Efektif Bulanan = Rp 10.000.000 x 2% = Rp 200.000/bulan. Desember:PPh 21 Bulan Desember = PPh 21 terutang – (PPh 21 Januari sampai November) = Rp 2.715.000 – (11 x Rp 200.000) = Rp 515.000.

Panduan Tarif PPh 21 Terbaru Sesuai PP 58/2023 Read More »

Bukan Objek Pajak PPh

Ketika membahas mengenai perpajakan, terutama jenis-jenis pajak, tentunya terdapat keterkaitan antara subjek pajak dan objek pajak. Selain dari kedua hal tersebut, terdapat juga hal-hal yang dikecualikan sebagai objek pajak. Lalu, apa yang menjadi pengecualian yang menyebabkan suatu hal dianggap bukan sebagai objek pajak? Lihat Juga : Objek Pajak PPh Apa saja yang tidak termasuk dalam objek pajak penghasilan? Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pasal 4 ayat 1 menjelaskan bahwa penghasilan merupakan objek pajak. Penghasilan tersebut merujuk pada setiap peningkatan kemampuan ekonomis yang diperoleh atau diterima oleh wajib pajak, baik itu wajib pajak yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Penghasilan tersebut dapat digunakan untuk keperluan konsumsi atau untuk meningkatkan kekayaan si wajib pajak. Namun, dalam ayat 3 terdapat beberapa pengecualian yang dianggap bukan sebagai objek pajak penghasilan. Konsultan Pajak Bogor merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang didirikan di tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KIP-7999/IP.B/PJ/2022, Tanggal 10 Maret 2022. Didalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.

Bukan Objek Pajak PPh Read More »

Objek Pajak PPh

Dalam konteks pajak penghasilan (PPh), objek merupakan setiap peningkatan kemampuan ekonomis yang wajib pajak peroleh, bisa untuk konsumsi atau meningkatkan kekayaan. Objek Pajak PPh Lihat Juga : Core Tax System Berikut ini adalah beberapa jenis penghasilan pajak bersifat final: Pajak yang dikenakan pada jenis penghasilan-penghasilan tersebut bersifat final, artinya tidak akan dikenakan pajak tambahan di masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Objek Pajak PPh Read More »

Core Tax System

Core Tax adalah jenis pajak yang meliputi pajak-pajak utama yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara. Pajak-pajak ini mencakup Pajak Penghasilan (Income Tax), Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax / VAT), dan beberapa pajak lainnya, tergantung pada kebijakan masing-masing negara. Pemahaman Mengenai Core Tax Menurut laman resmi DJP, Core Tax Administration System adalah sebuah sistem teknologi informasi yang memberikan dukungan terpadu untuk pelaksanaan tugas DJP, termasuk otomatisasi proses bisnis. Tujuan dari otomatisasi proses bisnis ini adalah untuk memproses surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, mendukung pemeriksaan dan penagihan, pendaftaran wajib pajak, serta fungsi akuntansi wajib pajak. Pemberlakuan sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018. Peraturan ini mengatur tentang pengembangan sistem inti perpajakan yang merupakan bagian dari pembaruan sistem administrasi perpajakan. Selain itu, peraturan ini juga menjelaskan berbagai informasi mengenai sistem administrasi perpajakan, termasuk bagaimana cara kerja core tax system untuk membantu melaksanakan prosedur dan tata kelola administrasi perpajakan. Semua ini berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lihat Juga : PSIAP DJP Manfaat dan Tujuan Core Tax Dalam upaya modernisasi perpajakan, Direktur Jendral Pajak (DJP), Suryo Utomo, memiliki wewenang untuk memperbarui sistem inti administrasi perpajakan (core tax system). Tujuan umum dari pembaruan ini adalah untuk meningkatkan infrastruktur perpajakan. Namun, proyek pembaruan ini juga memiliki beberapa manfaat yang penting. Pertama, pembaruan sistem inti pajak ini akan membantu menciptakan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel. Dengan adanya sistem yang efektif dan efisien, proses bisnis perpajakan dapat berjalan dengan lebih baik. Kedua, pembaruan ini akan menumbuhkan sinergi yang lebih optimal antara lembaga-lembaga terkait. Dengan adanya sistem yang terintegrasi, kolaborasi antara lembaga perpajakan dan lembaga lainnya dapat meningkat, sehingga pengelolaan perpajakan dapat menjadi dengan lebih baik. Selanjutnya, pembaruan sistem inti pajak ini juga akan membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajibannya. Dengan adanya sistem yang lebih baik, Wajib Pajak akan lebih mudah memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu, penerapan core tax system juga berpotensi meningkatkan penerimaan negara atau Tax Ratio sebesar kurang lebih 1,5 Persen. Dengan adanya sistem yang lebih efisien, pengumpulan pajak dapat dilakukan dengan lebih baik, sehingga penerimaan negara dapat meningkat. Pembaruan sistem inti pajak ini juga akan memudahkan dalam meningkatkan kualitas data, segmentasi, dan profilisasi pada Wajib Pajak. Dengan adanya sistem yang lebih baik, analisis terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam pengelolaan hutang dan tagihan pajaknya dapat dilakukan dengan lebih baik pula. Mengapa Core Tax Penting? Sumber Utama Pendapatan Negara Pendapatan utama bagi negara adalah core tax. Pendapatan ini sangat penting untuk mendukung berbagai program dan layanan publik seperti pendidikan, perawatan kesehatan, infrastruktur, dan keamanan nasional. Tanpa pendapatan core tax yang mencukupi, negara akan menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Keadilan dalam Perpajakan Salah satu penerapan prinsip dalam perpajakan adalah keadilan. Dalam hal ini, core tax dirancang dengan prinsip keadilan dalam perpajakan. Artinya, wajib pajak dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi biasanya dikenakan beban pajak yang lebih besar. Hal ini bertujuan untuk menciptakan distribusi pendapatan yang lebih adil di masyarakat. Dengan adanya prinsip keadilan dalam perpajakan, diharapkan kesenjangan sosial dan ekonomi dapat diperkecil sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari pendapatan negara yang diperoleh melalui core tax. Pengaruh terhadap Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Apabila sistem core tax dirancang dengan cermat, hal tersebut dapat menjadi alat untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Tarif pajak yang moderat dapat menciptakan lingkungan yang lebih menarik bagi bisnis dan investor. Kestabilan Pendapatan Negara Selain itu, core tax juga memberikan kestabilan pendapatan negara. Hal ini disebabkan oleh pajak yang cenderung relatif stabil dari tahun ke tahun, bahkan dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif. Dengan demikian, core tax membantu menjaga keseimbangan fiskal negara. Dukungan untuk Program Pemerintah Tidak hanya itu, pajak core juga memberikan dukungan bagi berbagai program pemerintah yang penting. Sebagai contoh, Pajak Penghasilan untuk mendanai program kesehatan dan pendidikan, sementara Pajak Pertambahan Nilai dapat untuk mendanai pembangunan infrastruktur. Dalam sistem perpajakan, pajak inti merupakan elemen yang tidak dapat tergantikan. Penting untuk memahami peran sentralnya dalam mendukung negara, mendorong keadilan, dan menjaga stabilitas ekonomi. Dengan pemahaman yang mendalam tentang pajak inti, kita dapat menghargai betapa pentingnya kontribusinya dalam pembangunan dan kesejahteraan negara. Konsultan Pajak Bogor merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan, sebuah badan usaha di Jakarta yang menyediakan jasa pajak dan akuntansi terpercaya, independen, akuntabel, dan profesional. Berdiri pada tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KIP-7999/IP.B/PJ/2022, Tanggal 10 Maret 2022. Dalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.

Core Tax System Read More »

PSIAP DJP

PSIAP adalah sistem administrasi perpajakan yang mengalami modernisasi yang bertujuan untuk mempermudah proses bisnis perpajakan. Menurut DJP, PSIAP merupakan bagian dari upaya reformasi perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan sistem administrasi dan proses bisnis perpajakan. Mengenal PSIAP DJP Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS) atau sistem informasi berbasis COST (Commercial Off the Shelf). Dalam pembaruan sistem ini, dilakukan perbaikan pada basis data perpajakan guna mempermudah proses bisnis administrasi perpajakan. Hal ini bertujuan agar proses bisnis administrasi perpajakan menjadi lebih akurat dan pasti melalui integrasi data. Kemudian, dengan adanya hal ini wajib pajak tidak perlu lagi mengunjungi kantor pajak untuk mengurus kewajiban perpajakannya. Semua proses tersebut dapat terlaksana secara daring melalui perangkat elektronik tanpa harus datang ke kantor pajak. Dengan kata lain, PSIAP hadir di masyarakat sebagai upaya untuk mengikuti perkembangan teknologi digital dan mendukung kinerja serta konektivitas layanan bagi wajib pajak. Lihat Juga : Self Assesment Pada Sistem Perpajakan di Indonesia Manfaat dan Fungsi PSIAP DJP PSIAP memiliki peran penting dalam mengoptimalkan pelayanan dan pengawasan perpajakan. Pada intinya, dengan adanya sistem ini harapannya adalah dapat mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya serta meningkatkan penerimaan negara dari pajak yang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kelola. Dalam hal ini, DJP menegaskan bahwa terdapat beberapa manfaat yang dapat berbagai pihak rasakan, mulai dari wajib pajak itu sendiri, pegawai DJP, instansi DJP, hingga pemangku kepentingan lainnya. Manfaat-manfaat tersebut secara detail sebagai berikut: Wajib Pajak Pemangku Kepentingan Pegawai DJP Instansi DJP Implementasi PSIAP DJP Sebagai tambahan, pengembangan inti PSIAP pajak ini didasarkan pada Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan. Dalam kebijakan ini disebutkan bahwa sistem informasi untuk pembaruan sistem administrasi perpajakan minimal mencakup PSIAP dan/atau sistem pendukung operasional administrasi perpajakan (operational support tax administration system). Setelah diterbitkannya dasar hukum pelaksanaan PSIAP, dilakukan rangkaian persiapan pada awal 2021 hingga 2023. Konsultan Pajak Bogor merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan, sebuah badan usaha di Jakarta yang menyediakan jasa pajak dan akuntansi terpercaya, independen, akuntabel, dan profesional. Berdiri pada tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KIP-7999/IP.B/PJ/2022, Tanggal 10 Maret 2022. Dalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.

PSIAP DJP Read More »

Ekuitas : Jenis dan Contohnya

Definisi Ekuitas Ekuitas mengacu pada hak atau kepentingan pemilik perusahaan terhadap harta perusahaan. Ini mewakili jumlah uang yang akan dikembalikan kepada pemegang saham perusahaan jika semua aset dilikuidasi dan semua hutang perusahaan dilunasi. Dalam neraca, hal ini merupakan selisih antara aset dan liabilitas. Dalam istilah yang lebih sederhana, ekuitas adalah modal atau kekayaan entitas bisnis. Istilah ini berasal dari kata equity atau equity of ownership yang berarti kekayaan bersih perusahaan. Menurut standar akuntansi keuangan, ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban yang ada. Namun, penting untuk Anda ketahui bahwa hal ini bukanlah ukuran nilai jual perusahaan, dan berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan. Tetapi, ekuitas dapat berkurang karena penarikan kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan, atau kerugian. Komponen hal ini meliputi setoran pemilik, saldo laba, dan unsur lainnya. Tujuan pelaporannya adalah untuk memberikan informasi yang jelas tentang sumbernya sesuai dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku. Lihat Juga : Jasa Pembuatan Laporan Keuangan Elemen Ekuitas Jenis-jenis Ekuitas Terdapat dua jenis yang umum, yaitu ekuitas pemegang saham dan ekuitas pemilik. Ekuitas pemegang saham merujuk pada jumlah nilai aset kepada para pemegang saham suatu perusahaan setelah bersih dari hutang-hutang atau kewajiban lainnya. Sementara itu, ekuitas pemilik mengacu pada besarnya kepemilikan seorang pemilik atas bisnis terkait. Biasanya, berlaku untuk bisnis kecil. Perhitungannya serupa dengan ekuitas pemegang saham, yaitu dengan mengurangi nilai aset dengan nilai kewajiban bisnis tersebut. Lihat Juga : Pembuatan Laporan Arus Kas (Cash Flow) Pentingnya Ekuitas dalam Perusahaan Nilai hal ini dalam sebuah perusahaan memiliki peranan yang penting dalam menunjukkan nilai buku perusahaan tersebut. Nilai ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut. Namun, terkadang kita dapat menemukan harga saham yang lebih tinggi daripada nilai ekuitas per saham suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa para investor percaya bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik di masa depan. Sebagai seorang pengusaha, penting bagi Anda untuk memahami konsep dasar mengenai ekuitas perusahaan. Dengan pemahaman ini, Anda dapat mengetahui seberapa besar nilai saham dan aset perusahaan tanpa memperhitungkan hutang dan kewajiban yang ada, yang dapat menjadi indikator kesehatan perusahaan. Contoh Ekuitas Beberapa contoh yang umum antara lain:

Ekuitas : Jenis dan Contohnya Read More »

Neraca : Definisi, Jenis, Bentuk, dan Contoh

Definisi Neraca Neraca keuangan atau Balance Sheet adalah bagian yang sangat penting dari laporan keuangan dalam bidang akuntansi. Balance sheet mencatat informasi mengenai aset, kewajiban pembayaran kepada pihak terkait dalam operasional perusahaan, dan modal pada suatu waktu tertentu. Dengan melihat laporan ini, kita dapat mengetahui kondisi aset, kewajiban, dan modal perusahaan kita di masa depan. Sebagai seorang pengusaha, sangat penting bagi kita untuk memiliki atau membuat laporan neraca ini guna membantu pengelolaan keuangan dalam perusahaan. Baik itu perusahaan jasa, perusahaan manufaktur, atau jenis bisnis lainnya, memiliki neraca keuangan akan mempermudah proses pengelolaan keuangan di perusahaan tersebut. Secara umum, laporan neraca keuangan dalam bidang akuntansi dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu skontro (horizontal) dan stafel (vertikal). Nilai modal yang tercatat dalam neraca keuangan merupakan nilai yang tercatat dalam laporan perubahan modal. Keseimbangan yang terdapat dalam laporan ini berasal dari pendapatan dan biaya yang tercatat dalam laporan laba rugi. Oleh karena itu, sebagai seorang pengusaha, sangat penting bagi kita untuk memahami dan mengelola neraca keuangan dengan baik guna memastikan kelangsungan bisnis yang berkelanjutan. Lihat Juga : Tax Audit Komponen Dalam Neraca Keuangan Aset/Aktiva Aset atau aktiva mengacu pada semua sumber daya milik perusahaan, yang merupakan nilai kekayaan perusahaan untuk mendukung kebutuhan operasionalnya. Berdasarkan periode penggunaannya, aset mempunyai dua jenis, yaitu aset lancar dan aset tetap. Aset Lancar Aset lancar adalah aset yang memiliki manfaat dalam jangka pendek, dan dapat menjadi uang tunai dalam waktu maksimal satu tahun. Komponen yang termasuk dalam aset lancar meliputi kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan, dan utang yang harus dibayar di muka. Aset Tetap Ialah aset yang memiliki manfaat lebih dari satu tahun. Aset ini juga termasuk dalam komponen laporan keuangan akuntansi. Komponen aset tetap dapat berupa bangunan pabrik, bangunan kantor, peralatan pabrik, peralatan kantor, serta hak milik intelektual seperti hak paten dan hak cipta. Aset seperti bangunan pabrik dan peralatan dapat dicatat dalam laporan keuangan dengan nilai bersih setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Kewajiban atau Liabilities Merupakan tanggungan perusahaan terhadap pihak lain yang harus selesai dalam jangka waktu tertentu, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Akun kewajiban meliputi utang, penerimaan pendapatan di muka, dan biaya yang jatuh tempo di kemudian hari. Kewajiban merupakan utang perusahaan kepada kreditur dan pihak lainnya, yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban lancar meliputi utang usaha/utang dagang, gaji dan pembayaran pajak yang harus dibayarkan, serta wesel tagih yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Sedangkan kewajiban jangka panjang meliputi pinjaman jangka panjang dan obligasi yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Modal Modal atau ekuitas adalah salah satu komponen yang terdapat dalam Neraca yang mencerminkan kepemilikan perusahaan. Posisi modal ini terlihat dalam bagian ekuitas dalam Neraca, yang bertujuan untuk mengurangi saldo ekuitas. Dalam hubungan timbal balik, ekuitas merupakan selisih antara komponen aset dan utang. Dalam rumus matematis, penghitungan ekuitas dapat dengan mengurangi total utang dari total aset. Komponen ekuitas dalam laporan neraca adalah saldo modal akhir usaha. Ekuitas ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu saham disetor dan laba ditahan. Saham disetor adalah jumlah kas yang pemegang saham setorkan ke perusahaan. Dana dari saham untuk berbagai keperluan, seperti belanja modal kerja atau pembelian aset yang tercantum dalam neraca keuangan. Sementara itu, laba ditahan adalah laba perusahaan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Bagian laba ini akan terus terakumulasi dari waktu ke waktu, ketika sebagian laba perusahaan tidak dibagikan sebagai dividen. Rincian elemen atau bagian ekuitas ini memiliki arti yang penting bagi sebagian orang, namun mungkin tidak begitu penting bagi sebagian lainnya. Lihat Juga : Jasa Penyusunan Laporan Keuangan Contoh Bentuk Neraca Keuangan Contoh Laporan Neraca Bentuk Scontro (Account Form) Laporan ini menggambarkan rekening dalam format T, yang terdiri dari kelompok harta (aktiva) pada sisi kiri dan utang serta modal (pasiva) pada sisi kanan. Untuk bentuk skontro biasanya lebih mudah untuk dilihat, karena pos aktiva dan pasiva langsung terlihat di sisi kanan dan kiri. Laporan akan berbentuk skontro apabila akun dan nilai yang ada berjumlah sedikit. Contoh Laporan Neraca Bentuk Staffel (Report Form) Balance Sheet/Neraca bentuk staffel atau dalam bentuk laporan, memiliki susunan yang berurutan dari atas ke bawah secara teratur. Jenis neraca ini memiliki susunan dengan urutan yang teratur, mulai dari kelompok harta (aktiva) yang terletak di bagian paling atas, hingga kelompok utang dan modal yang terletak di bagian paling bawah. Biasanya, perusahaan besar lebih sering menggunakan bentuk stafel, karena perusahaan tersebut memiliki akun yang sangat banyak dan nilai yang besar. Cara Membuat Neraca Keuangan Langkah-langkah dalam membuat neraca keuangan adalah sebagai berikut: Citra Global Consulting Group pertama kali memberikan jasa konsultasi pajak pada tahun 2013. Dengan semangat “Opportunity in Numbers”. Untuk memenuhi persyaratan perubahan lingkungan bisnis sehari-hari di Indonesia. Kami mendukung klien kami dengan dukungan profesional “generalis” dan ‘spesialis’ yang dapat menyesuaikan layanan kami dengan kebutuhan khusus klien kami – kombinasi antara lulusan luar negeri dan domestik, serta perkawinan keahlian dari kemampuan strategis, analitis dan praktis, keterampilan teknis. Kami mengukur kesuksesan kami dari kesuksesan klien kami.

Neraca : Definisi, Jenis, Bentuk, dan Contoh Read More »

Scroll to Top